Minggu, 05 April 2009

Enam Teknik Dasar Dalam Mempelajari Ilmu Ini.

1. Cut & Switch.

Yaitu teknik dengan cara melikuidasi posisi( tutup) yang salah kemudian mengubahnya dengan posisi baru yang berlawanan dengan posisi sebelumnya.

2. Locking Position.

Yaitu Teknik membuka posisi baru yang berlawanan arah dengan posisi sebelumnya, posisi pertama dibiarkan tidak ditutup. Jadi ada posisi buy dan sel.

3. Double Cover.

Yaitu melikuidasi posisi yang rugi dan membuka posisi baru yang berlawanan dua kali lebih banyak dari sebelumnya
.
4. Straddle

Yaitu pada posisi locking position kita membuka posisi baru di market berbeda.

5. Cut loss.

Yaitu melikuidasi kerugian yang ada

6. Averaging.

Yaitu teknik menahan posisi rugi yang ada dan mengambil posisi baru yang sama dengan posisi sebelumnya pada saat harga mulai berbalik arah dengan posisi yang pertama. Likuidasi dilakukan setelah harga mencapai setengah dari selisih posisi yang pertama dan kedua.
Pentingnya Entrepreneurship di Kalangan Pemuda Indonesia Bapak IR Ciputra Waktunya kita meningkatkan 'investasi' kita pada generasi muda. Dengan makin labilnya kondisi ekonomi saat ini, anak-anak muda kita perlu belajar menyesuaikan diri dengan perubahan yang begitu cepat dan akan makin baik jika bisa dilakukan lebih cepat. Bagaimana generasi muda bangsa dipersiapkan memasuki ekonomi dunia yang makin kompetitif dan terbuka di masa kini dan mendatang? Bagaimana mereka dipersiapkan untuk memasuki dunia bisnis yang tidak menjanjikan stabilitas dan kemapanan abadi untuk mereka yang berkemampuan tinggi dan berbakat memukau sekali pun. Semangat untuk entrepreneurship pemuda dan pemudi ini sebetulnya sudah ada sejak dulu. Kini tanggung jawab kita sebagai masyarakat untuk memberikan dukungan dengan semaksimal mungkin untuk memberikan generasi muda semua yang dibutuhkan baik itu fasilitas dan bimbingan yang dibutuhkan untuk membangun masa depannya dan memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya. Jika Indonesia memang bertujuan untuk menjadi bangsa yang maju di bidang entrepreneurship di masa mendatang, kita harus meningkatkan dengan giat entrepreneurship di kalangan generasi muda. Para birokrat (government), pebisnis (business people), akademisi (academician), tokoh-tokoh masyarakat (sosial) harus bersatu padu untuk mendorong generasi muda berwirausaha dan menjadikan entrepreneurship sebagai salah satu pilihan berkarya selain yang sudah ada sekarang ini. Kita memasuki era baru: era entrepreneurship. Jadi pertanyaan besar berikutnya yang harus dijawab ialah:Apakah bangsa ini sudah mempersiapkan generasi mudanya untuk menjadi generasi bermental entrepreneurship?"Untuk menjawab pertanyaan itu secara nyata, kami berusaha untuk menetapkan misi: 1. menyebarkan dan mempromosikan pendidikan entrepreneurship bagi generasi muda bangsa 2. mengembangkan contoh-contoh pendidikan dan pembelajaran entrepreneurship yang sesuai dengan karakter dan kondisi bangsa Indonesia 3. mendesain purwarupa pelatihan entrepreneurship bagi warga negara Indonesia terutama yang masih berusia muda dan produktif, termasuk pelatihan bagi pelatih-pelatih. Dalam beberapa tahun terakhir, kami sudah menjalankan Universitas Ciputra Entrepreneurship Center untuk menyebarkan entrepreneurship di jalur informal dan kampus Universitas Ciputra sebagai wadah pendidikan entrepreneurship yang formal. UC kami dirikan tanggal 24 Agustus 2006 untuk memberikan sebuah ekosistem yang ideal bagi pertumbuhan entrepreneur berkelas dunia. Dan kini kami tengah merintis UCEO (Universitas Ciputra Entrepreneurship Online) yang pada masa mendatang kami harapkan akan bisa menyebarkan gagasan, semangat dan pengetahuan berentrepreneurship dengan lebih cepat dan tak kenal lelah. Entrepreneur, Jangan Tunggu Keajaiban! Buat Keajaiban! "Dunia ini dipenuhi oleh manusia yang seperti lobster. Mereka seolah terjebak di bawah batu penundaan dan keraguan mengambil keputusan penting, yang membuat mereka lebih suka menunggu keajaiban dan keberuntungan datang daripada mengerahkan segala daya upaya agar bisa terbebas."- Orison Swett Marden Entrepreneur sejati tidak boleh terjebak terlalu lama dalam kebiasaan menunda dan keraguan. Mereka harus yakin dengan keputusannya dan berpendirian teguh. Berhenti menjadi lobster yang terjebak selamanya di bawah batu! Selamat memulai hari, entrepreneur Indonesia. Salam IPE! Indonesia Bisa Lebih Besar dari Amerika! Saya masih ingat saat hadir di Regional Entrepreneurship Summit di Bali , 25 Juli 2011 yang lalu. Saya masuk ke dalam ruangan pertemuan dengan duduk di sebuah kursi roda. Banyak sekali yang tiba-tiba ingin meminta berfoto bersama. Suasana yang sebelumnya terlihat tenang menjadi agak riuh rendah. Saya senang sekali telah hadir di acara tersebut, meski kini harus ekstra memperhatikan kesehatan saya usahakan untuk tetap hadir di acara-acara penting seperti itu. Saya ingin berbagi dan semangat berbagi itu menjadi motor penggerak saya selama ini. Selama kehadiran saya di sana, saya temui banyak wajah-wajah muda yang begitu haus motivasi. Saya tahu mereka bisa, mereka punya potensi besar untuk majukan bangsa dengan menjadi entrepreneur hebat, lebih dari Ciputra sekarang. Tapi sebagai anak muda mereka tampak masih harus menempa mental dan semangat, karena memulai sebuah perjalanan sebagai entrepreneur tidaklah mudah. Generasi sepuh, seperti saya, bertugas untuk membesarkan hati mereka, meneguhkan kepercayaan diri bahwa mereka mampu. Indonesia, seperti saya sampaikan di hadapan hadirin saat itu, adalah bangsa yang berpotensi besar. Rasanya tidaklah terlalu muluk-muluk jika saya katakan bahwa suatu saat nanti, ekonomi Indonesia akan menjadi 120 kali lebih besar dari Amerika Serikat. Nampak mustahil sekarang, tapi hanya yang Tuhan yang tahu. Apalah yang tidak mungkin jika manusia berusaha dan Tuhan memberkatinya? Sejak lima tahun lalu, saya sudah memulai upaya untuk menggairahkan semangat menjadi entrepreneur di Indonesia. Saya didukung oleh para staf kepercayaan berusaha menyebarkan semangat ini, dari kalangan pengajar perguruan tinggi, guru-guru sekolah dasar maupun menengah, tenaga kerja migran, bahkan hingga para narapidana. Mengapa dosen dan guru? Karena dengan mengajarkan entrepreneurship pada mereka, efeknya akan lebih berlipat ganda. Mengapa TKI? Karena mereka adalah kelompok masyarakat yang memiliki keberanian dan Mengapa narapidana? Karena saya yakin bahwa semua tindak kriminal itu pangkalnya adalah kemiskinan, baik dalam aspek materi maupun jiwa. Semuanya saling berkaitan dan tak mungkin untuk dipisah-pisahkan. Saat semua elemen bangsa menyadari pentingnya entrepreneurship dan bahu membahu mewujudkan bangsa ini agar menjadi bangsa entrepreneur, tujuan untuk menjadi negara adidaya lebih dari Amerika bukan sebuah impian kaum utopis. Saya percaya, bagaimana dengan Anda? Otak Kanan, Kreativitas yang Diperlukan Entrepreneur Di Facebook kemarin saya katakan bahwa saya pernah tinggal kelas di sekolah. Saya pernah dimasukkan ke sekolah-sekolah yang sistemnya menghafal yang membuat saya merasa bosan dan kurang bebas. Akibatnya saya tinggal kelas dan lulus lebih lama, saat lulus ITB pun usia saya sudah akhir 20-an. Berkaca dari pengalaman itu, saya simpulkan ada dua macam kepandaian: menghafal dan berkreasi. Menghafal memang diperlukan tetapi jangan sampai mendominasi pendidikan anak cucu kita karena akan matikan kreativitas yang ia perlukan dalam menjadi entrepreneur. Saya berpikir ini berhubungan dengan penelitian-penelitian terbaru tentang otak manusia, yang ternyata terbagi menjadi dua bagian. Saya sendiri pernah membaca bahwa otak kiri berfungsi untuk logika, berorientasi pada detil, berfokus pada fakta, kata-kata dan bahasa, masa kini dan masa lalu, matematika dan sains, pemahaman dan sebagainya. Dan otak kiri juga cenderung mencari pola aman. Sementara otak kanan lebih condong ke menggunakan perasaan berorientasi pada hal pokok/garis besar, berdasar pada imajinasi, simbol dan gambar, masa kini dan masa depan, filosofi dan agama, berwawasan pada tata ruang (spatial perception), berdasarkan pada imajinasi/fantasi, dan yang terpenting ialah mengambil risiko. Setelah membaca karakteristik itu, bisa kita ketahui bersama bahwa otak kanan adalah bagian otak yang diperlukan oleh seorang entrepreneur untuk berhasil, tanpa mengabaikan perkembangan otak kiri tentunya. Masalahnya sistem pendidikan kita selama ini, dari dulu sejak saya sekolah hingga sekarang pun nyatanya masih berat sebelah. Otak kiri lebih dididik sementara otak kanan agak terabaikan. Keprihatinan inilah yang membuat saya berinisiatif untuk mendirikan dan mendukung sekolah-sekolah entrepreneurial di berbagai proyek saya, dan beberapa universitas seperti UCEC, Universitas Pembangunan Jaya, Universitas Tarumanegara yang menerapkan kurikulum entrepreneurship. Saya mengajak Anda semua untuk lebih menengok bagaimana pendidikan kita sekarang. Apakah sudah kondusif untuk tumbuhnya entrepreneur baru dari generasi berikutnya atau belum. Karena jika belum, kita harus terus berupaya keras untuk mewujudkannya. Salam entrepreneurship! Menjadi Entrepreneur yang Bahagia "Kebahagiaan bergantung pada diri kita sendiri."- Aristoteles Entrepreneur mestinya memiliki tanggung jawab pribadi atas kebahagiaan dirinya. Ada kalanya entrepreneur perlu lebih memperhatikan kebahagiaan dirinya sebelum orang lain di sekelilingnya. Bukan berarti ia egois, tetapi karena dengan membahagiakan diri dulu, seorang entrepreneur akan lebih dapat banyak membawa kebahagiaan bagi orang lain. Kebahagiaan diri adalah tanggung jawab Anda sendiri. Salam entrepreneurship! Be a HAPPY Entrepreneur! Inovasi Itu Sulit Bukan Main, Meniru Itu Lebih Mudah! Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk merancang sebuah produk atau konsep baru. Tidak diperlukan banyak waktu untuk meniru produk dan konsep itu. Sayangnya, mayoritas pebisnis melakukan bisnisnya tidak dengan cara yang lebih kreatif dan menghabiskan waktu menyalin ide dan konsep orang lain. Dan saat mereka memiliki uang, mereka bahkan menjadi lebih sukses daripada sang pemilik ide yang asli. Dunia bisnis menjadi semakin menantang dari waktu ke waktu, Saat Anda mulai berinovasi, akan sulit untuk berhenti saat Anda selalu harus berada di depan pesaing-pesaing yang agresif. Realitasnya dalam bisnis ialah bahwa selalu ada tempat bagi para inovator, dan juga akan ada tempat bagi para imitator. Hampir selalu, para inventor bukanlah pebisnis dan entrepreneur hebat. Tantangannya sekarang adalah bagaimana menggabungkan ide-ide inovatif dengan visi bisnis yang jelas dan terarah. Denagn cara itu, para inovator akan selalu menjadi yang terdepan, tanpa harus takut dengan para imitator yang mengekor mereka. Imajinasi atau Pengetahuan: Mana yang Lebih Penting? "Imagination is more important than knowledge. For knowledge is limited, whereas imagination embraces the entire world, stimulating progress, giving birth to evolution."- Albert Einstein Saya sepakat. Imajinasi ialah pendahulu dari pengetahuan baru, yang belum berwujud saat ini tetapi akan segera muncul karena seseorang memiliki daya imajinasi tinggi untuk merancang dan menemukan sesuatu. Namun triknya ialah bagaimana menyeimbangkan waktu yang dihabiskan untuk berpikir mengenai masa depan versus bertindak terhadap hal yang sudah diketahui dan itu bukan perkara mudah. Karena sebagian besar orang lebih memilih menghadapi hal yang sudah mereka ketahui, adalah tugas seorang entrepreneur untuk mendorong orang bangkit dari zona nyaman mereka untuk menyaksikan hal-hal yang bisa terwujud setelah mendobrak batasan itu. Motivasi, Modal Penting Entrepreneur Motivasi adalah modal lain yang sangat penting untuk menjadi entrepreneur. Itu menjadi pemicu dan menjadikan dorongan bagi setiap orang untuk maju. Motivasi itu, harus dipupuk sebaiknya sejak dini dari lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga adalah pilar yang penting untuk membangun motivasi menjadi entrepreneur. Dengan sendirinya, nilai-nilai bagaimana berbisnis dengan baik, sengaja atau tidak sengaja telah diajarkan sejak dini di lingkungan keluarga. Karena itu, saya berpendapat sangat baik jika sejak masih kecil kita mengajarkan anak-anak kita mengenali bisnis, mengenali pekerjaan kita. Dulu setiap hari libur saya selalu membawa anak-anak meninjau proyek, termasuk proyek di Ancol. Dan saya menceritakan rincian proyek itu kepada mereka. Pesan itu menekankan memiliki motivasi bagi seorang entrepreneur adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar. Harus punya. Motivasi itu seperti banyak dikatakan orang atau para ahli adalah faktor pendorong yang berasal dari dalam diri manusia, yang akan mempengaruhi cara bertindak seseorang. Dengan demikian, motivasi kerja akan berpengaruh terhadap prestasi pekerja. Bisa juga meminjam definisi motivasi milik Mitchell, T. R. Research in Organizational Behavior. Motivasi adalah proses yang menjelaskan intesitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Atau mengacu kepada teori Mc. Donald bahwa motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Kebulatan hati tidak datang secara tiba-tiba, melainkan bertahap. Semakin hari semakin bulat dan kuat. Quantum Leap 2: Teori GABS untuk Majukan Bangsa Setelah sebelumnya dirilis buku Quantum Leap, kini saya akan mengeluarkan buku Quantum Leap 2 yang sedianya akan dibagikan secara cuma-cuma kepada para karyawan Ciputra Group besok. Buku ini sangat istimewa bagi saya karena di dalamnya saya menuangkan segala keprihatinan, ekspektasi dan kiat yang saya rasakan dan ingin sekali bagikan ke sebanyak mungkin saudara-saudara setanah air, baik tua dan muda, dari Sabang hingga Merauke. Saya berkata sebagai seorang sesepuh yang telah mengecap berbagai pengalaman di bumi Indonesia. Tahun ini puji Tuhan saya genap berusia 80 tahun, saya sehat dan masih bisa memberikan yang terbaik bagi orang-orang di sekitar saya, bangsa dan negara. Orang mungkin terus bertanya bagaimana agar selalu sehat dan panjang umur di usia seperti sekarang tetapi yang saya tahu hanyalah tidak membuat pikiran dan badan kita menganggur, tanpa melakukan sesuatu yang bernilai. Tetapi pada saat yang sama juga tidak mengabaikan pentingnya kesehatan dengan makan yang sehat dan beristirahat. Semudah itu. Kembali tentang "Quantum Leap" yang saya garap bersama dengan Antonius Tanan dan Agung Bayu Waluyo, saya terdorong untuk menuangkan pemikiran saya dalam bentuk buku agar masyarakat Indonesia mengetahui keprihatinan saya. Keprihatinan ini berkenaan dengan perubahan-perubahan yang bangsa besar ini saksikan dan alami sendiri secara langsung selama 5 dekade baik. Di kawasan Asia Tenggara, kita bisa ketahui betapa kita makin tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga kita. Negara-negara itu dahulu menimba ilmu dan berguru dari kita tetapi kini mereka melesat jauh di depan kita. Singapura dan Malaysia hanya 2 dari banyak negara yang telah mencapai banyak kemajuan. Dan kemajuan itu mereka capai berkat entrepreneurship. Dahulu tahun 1960-an, saya saksikan bagaimana mereka mengirimkan guru-guru mereka ke Indonesia. Tingkat kesejahteraan dan perekonomian mereka juga tak lebih baik dari kita. Sayangnya, dari waktu ke waktu semua itu bergeser. Kini Singapura berpendapatan per kapita 43.117 dollar AS per tahun, dan Malaysia 8.423 dollar AS per tahun. Indonesia harus rela terseok dengan 3.015 dollar AS per tahun. Angka yang sungguh terlampau rendah, mengingat betapa besarnya potensi yang bisa dikembangkan dalam berbagai bidang yang kita miliki di sini. Dengan ditulisnya Quantum Leap 2 ini, saya amat berharap akan muncul kesadaran yang semakin tinggi dari berbagai kalangan di tanah air mengenai pentingnya entrepreneurship dalam pemberdayaan potensi bangsa besar ini. Ada 4 kelompok yang kami harapkan bisa saling bekerjasama demi kemajuan bangsa, yaitu GABS (Government, Academician, Business, dan Society). Government mengacu pada pemerintahan dan jajaran birokrat yang berwenang, yang diharapkan bisa lebih ramah terhadap gagasan-gagasan entrepreneurial yang dimiliki anak bangsa yang bisa dimanfaatkan untuk membuat pelayanan kepada masyarakat lebih efisien dan meningkatkan hajat hidup orang banyak. Kalangan academician diharapkan agar selalu bisa memupuk bakat-bakat entrepreneur dalam diri generasi muda. Hal ini hanya bisa dicapai jika mereka mengerti pentingnya entrepreneurship dalam pendidikan dan bagaimana mengajarkan entrepreneurship pada anak didik mereka. Kelompok bisnis juga akan dipacu untuk terus menumbuhkan usaha-usaha baru, menjalankan bisnis yang ada dengan cara-cara yang lebih inovatif, mengeluarkan gagasan-gagasan yang lebih kreatif dan mampu memberikan solusi nyata bagi masalah masyarakat. Dan terakhir, kalangan society diharap bisa berperan sebagai pendukung setia gerakan ini. KATA PENGANTAR Lompatan kuantum: Bagaimana Entrepreneurship mengubah Hidup Saudara dan Bangsa adalah gagasan segar saya untuk menjawab sebuah pertanyaan yang berurat akar dalam hidup setiap kita: Bagaimana seorang yang miskin atau sebuah bangsa yang miskin dan sedang berkembang menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan. Kemudian pada saat yang sama dapat membangun masyarakat yang sejahtera dan makmur secara sistematis dalam waktu singkat. Itulah sebabnya saya namakan lompatan kuantum karena ini adalah strategi lompatan katak bagi dunia berkembang untuk meninggalkan status miskinnya dan masuk ke dalam dunia baru yang sejahtera. Masalah pengangguran dan kemiskinan diperlihatkan dengan jelas oleh setiap bangsa di seluruh dunia. Namun, jawaban atas pertanyaan bagai mana bangsa-bangsa bias mengatasinya begitu sulit ditemukan. Banyak program sudah disusun dan diterapkan. Jutaan dolar sudah diinvestasikan untuk menciptakan proyek-proyek yang bisa menghasilkan buah. Namun, ada satu hal yang pasti akan kita dapati yaitu: pengangguran dan kemiskinan masih bercokol di abad ke-21 ini. Bagi Negara-negara yang dianugerahi kekayaan alam yang berlimpah-limpah, situasi yang ditemukan mungkin lebih buruk. Secara intuitif (alami)mereka memiliki segalanya bagi kesejahteraan. Akan tetapi kenyataannya, sebagian besar rakyat hidup di bawah garis kemiskinan. Apa yang sebenarnya terjadi? Yang hilang adalah Entrepreneurship (Kewirausahaan).entrepreneurship adalah factor kuncinya. Prof. Lester C. Thurow (1999) di dalam bukunya, Building Wealth dengan jelas menyatakan, Tidak ada institusi pengganti untuk para agen wirausaha perorangan. Para pemenang permainan wirausaha menjadi makmur dan berkuasa, tetapi tanpa wirausahawan perekonomian menjadi miskin dan lemah. Yang tua tidak akan ada lagi yang baru tidak dapat masuk. Saya percaya bahwa kemampuan tingkat tinggi dalam bidang wirausaha oleh setiap komponen masyarakat dapat menghasilkan sebuah efek domino bagi transformasi ekonomi sosial. Entrepreneurship bagaikan sebuah kunci. Kunci vital untuk membuka setiap potensi ekonomi manusia. Pun memperkaya dan memperkuat mereka agar mampu melewati perjalanan panjang menuju kesejahteraan dan meraih kehidupan yang mampu menciptakan perbedaan bagi komunitas mereka. Pemikiran ini terkesan ambisius, akan tetapi sebenarnya ini tidaklah seambisius yang dpikirkan. Ini kontribusi tulus dari saya, yang pernah merasakan kegetiran dari kehidupan yang miskin dan tidak manusiawi. Hanya karena anugerah TUHAN maka saya dapat mengenyam pendidikan yang pada masa itu tidak semua orang dapat memperolehnya. Kalau direfleksikan, bisa disebutkan bahwa pendidikan dan jiwa wirausaha saya adalah faktor paling dominan yang akhirnya membawa saya kepada kesejahteraan sebagaimana tampak saat ini. Saya hidup sebagai filantropis secara nasional dan internasional. Tidak ada alasan menyimpan segala berkat itu semata untuk saya dan keluarga. Saya memulainya di sekolah dan perguruan tinggi yang saya bina. Masyarakat pengguna memberi respons positif. Saya pun melihat hasil yang menjanjikan di masa depan. Maka, saya tidak mau berhenti di lingkungan saya sendiri. Kita akan hidup dalam damai manakala dapat membagikan jiwa kesuksesan dan lan kepada sebanyak-banyaknya orang di seluruh dunia. Inilah sesungguhnya tantangan kewirausahaan saya yang baru tatkala memulai perjalanan hidup setelah hari ulang tahun yang ke- 75. Buku ni sendiri lahir dari sebuah kerja sama. Banyak orang berada di balik proyek buku ini. Karenanya, saya secara pribadi menyampaikan terima kasih kepada seluruh tim yang terlibat: Ir. Antonius Tanan MBA, MSc dan Agung Waluyo PhD. Saya pun mengapresiasi kontribusi Dr. Riant Nugroho sebagai tenaga ahli yang menjadi narasumber berharga kami. Sdr. Abun Sanda telah bertindak sebagai pembaca naskah yang telah memberikan masukan berharga dari sisi penyajian bahasa Indonesia. Kepada para sahabat dan pakar dalam pendidikan yang telah memberikan komentar yang mendukung penerbitan buku ini. Juga secara khusus saya ucapkan terima kasih kepada Bp. Jakob Oetama dan Bp. Cosmas Batubara untuk komentar yang saya piker terlalu berharga untuk diringkaskan sehingga dimasukkan secara utuh dalam buku ini. Kepada seluruh mahasisiwa, siswa, guru dan orang tua murid di sekolah-sekolah di lingkungan Ciputra, juga kepada para mahasiswa dan dosen Campus Entrepreneur Program di UGM Yogyakarta. Tim penerbit telah membuktikan dirinya penuh komitmen dan professional. Apresiasi saya yang tulus bagi tim editor, rancang visual, yaitu Aluisius Arisubagijo, Paulina Dewanti, Yudi Sumaryono, Setiawan, dan Elex Media Komputindo sebagai penerbit. Yang terakhir tetapi bukan yang paling di belakang adalah keluarga saya yang tiada hentinya mendukung seluruh aspek peristiwa hidup saya. Mereka merelakan dirinya tanpa kehadiran saya pada banyak kesempatan. Dian Ciputra, istri saya yang cantik dan setia, engkau begitu berharga, terima kasih banyak. Anak-anak saya: Rian & Budi, Junita &Harun, Cakra, Candra & Sandra, saya sangat bangga kepada kalian semua. Jakarta, Augustus 2008 Dr. Ir. Ciputra Bab I : KOTORAN DAN RONGSOKAN DAPATKAH DIUBAH MENJADI EMAS? (Part 1) Kotoran dan rongsokan dapatkah diubah menjadi emas? Berangkat dari kemiskinan dapatkah berubah menjadi kelimpahan? Memulai tanpa modal atau nol fasilitas dapatkah menjadi entrepreneur sukses? Saya bersama-sama dengan jutaan entrepreneur lain di seluruh dunia percaya bahwa itu bukan sebuah kemustahilan. Menciptakan uang tanpa uang adalah kisah nyata para entrepreneur sejati. Saya sendiri berangkat dari masa kecil penuh kekurangan, kemiskinan dan penderitaan. Saya harus memulai bisnis hanya dengan modal otak, keringat dan doa, tidak ada modal uang atau fasilitas khusus. Potret masa kecil dan masa sekolah saya tidak menggambarkan sama sekali apa yang telah saya capai saat ini. Akan tetapi, saya optimis mampu mengubah penderitaan menjadi kemakmuran. Untuk menuju ke sana, saya menempuh perjalanan sulit: berbatu-batu, terjal dan berduri. Hidup saya saat ini membuktikan bahwa saya sudah beralih dari kemiskinan ke kesejahteraan, tidak sekadar menjadi tidak miskin. Lnilah sebabnya buku ini saya namakan Quantum Leap atau lompatan jauh ke depan. Contoh hidup saya dan kehidupan para entrepreneur sukses lainnya dari berbagai belahan dunia membuktikan bahwa kemiskinan, kemelaratan bisa dipatahkan dengan menggunakan kecakapan entrepreneurship. Saya tidak bercanda. Kesejahteraan dan kelimpahan akan tercipta apbila kita sanggup mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas. Lnilah intisari kecakapan entrepreneurship yang saya maksud. Fakta Tragis: Emas jadi kotoran dan rongsokan. Bila kotoran dan rongsokan dapat dilubah menjadi emas, sebaliknya sesuatu yang bernilai emas bisa berakhir menjadi kotoran dan rongsokan manakala tidak terdapat kecakapan entrepreneurship. Tanpa kecakapan ini kotoran akan tetap jadi kotoran, rongsokan akan tetap jadi rongsokan dan yang paling menyedihkan emas-emas, berupa kekayaan alam malah berubah jadi kotoran dan rongsokan. Emas hijau kekayaan hutan tropis malah berubah jadi gurun. Emas hijau kekayaan hutan tropis malah berubah jadi gurun. Emas hitam minyak bumi berubah menjadi uang pembeli mesiu untuk perang saudara. emas-emas di gunung, di laut dan di hutan-hutan adalah sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui yang bisa habis tanpa bekas dan menyisakan penderitaan bila para pengelola kekayaan tidak tahu bagaimana mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas bagi kesejahteraan masyarakat. EMAS HITAM YANG GAGAL MENJADI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Robert collier dari The San Francisco Chronicle melaporkan bahwa di Cabimas, jantung wilayah Danau Maracaibo, Venezuela, yang menghasilkan minyak mentah US $13 milliar per tahun, dengan mudah diketemukan pengangguran dan kemiskinan. Gali lubang di mana saja, maka keluar minyak. Dan, berapa banyak yang kita peroleh? Kita hamper tidak mendapatkan apa-apa, kata Fredy Valero, 25, narasumber Collier. Salah seorang pekerja minyak yang bekerja serabutan, dan tidak jarang menganggur daripada hidup sejahtera. Kenyataan bahwa sekalipun kita memiliki sumber daya alam berlimpah tetapi tetap miskin adalah kebenaran yang ironis jika kita berangkat dari paradigma kotoran dan rongsokan yang dapat diubah menjadi emas. Seharusnya, bila sudah ada modal yang tersedia maka bukan hanya segenggam emas yang dapat dibangun namun segunung emas atau kesejahteraan bagi seluruh warga. Apakah itu seluruh warga dari sebuah keluarga, komunitas, ataupun seluruh warga negara dari sebuah bangsa. Kita kurang berhasil menjadikan tambang-tambang emas kita menjadi kesejahteraan yang lebih luas karena kita tidak memiliki kapasitas sumber daya manusia yang cukup jumlahnya untuk mengolah sumber-sumber alam yang kaya sehingga memiliki nilai tambah yang maksimum. Singapura: Mengubah Kotoran dan Rongsokan Menjadi Emas Negara Singapura yang dalam peta Asia atau dunia hanya sebuah titik kecil ternyata menjadi salah satu Negara makmur di dunia. Titik awal mereka tidak banyak berbeda dengan banyak Negara lain di dunia. Lihatlah foto Singapura 50 tahun yang lalu dan bandingkan dengan foto Jakarta dan ibu kota Negara-negara berkembang lain pada tahun yang sama. Tidak banyak berbeda. Pada masa itu Singapura belum memiliki system transportasi, perdagangan ataupun perumahan secanggih sekarang. Bandingkanlah kini prasarana umum, perumahan rakyat dan kualitas kehidupan rakyat Singapura dan sejumlah Negara lain. Dengan mudah kita temukan perbedaan yang kontras. Sebagai contoh di Singapura hamper seluruh rakyat berhasil memiliki setidaknya sebuah rumah. Sebaliknya di banyak ibu kota Negara berkembang lain kampong-kampung kumuh masih mudah kita temukan. Apa rahasianya? Menurut hemat saya, salah satu unsure penting adalah karena Negara ini memiliki banyak pemimpin yang memiliki kecakapan mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas. Aspek lain, Singapur minim korupsi. Dimulai sebagai Negara miskin bukan berarti menjadi miskin terus-menerus. Kemiskinan di suatu Negara dapat dipunahkan jika para pemimpin bangsa dan generasi usia kerja bangsa tersebut juga memiliki kecakapan mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas. DUBAI: Pemimpin dengan Gaya CEO Bisnis Majalah Time mengulas keberhasilan Dubai di Timur Tengah. Majalah Time menyebutnya sebagai The Singapore of the Middle East karena tanpa banyak memiliki minyak mentah ekonomi Negara ini telah bertumbuh hamper tiga kali mencapai nilai 34 milliar dollar AS hanya dalam jangka waktu satu decade. Sekarang Negara emirat ini menjadi pusat turisme Timur Tengah dan menjadi Wall Street dari Negara-negara Teluk Persia. Siapakah tokoh di balik sukses Dubai? Apa rahsianya? Majalah Time mengetengahkan peran penting Sheik Mohammed bin Rashid al-Maktoum, pemimpin Dubai yang dikatakan telah mengelola negaranya seperti mengelola sebuah perusahaan he runs the emirate like a corporation. Ini menunjukkan bahwa untuk para pemimpin bangsa dan pejabat pemerintah kecakapan mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas menjadi kunci keberhasilan mereka. Inilah sebuah contoh dari seorang government entrepreneur. Bab I : Kecakapan Entrepreneurship Bukan Hanya untuk Bisnis (Part 2) Contoh di Dubai setidaknya menunjukkan, seseorang dengan kecakapan mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas atau kecakapan entrepreneurship tidak selalu memiliki pekerjaan sebagai pemilik bisnis. Lalu, apa yang membedakan? Yang menjadi beda utama adalah tujuan mereka. Seorang business entrepreneur tentu sangat wajar bertujuan mencari laba untuk meningkatkan wealth dari para pemegang saham. Oleh karena itu laba menjadi sebuah ukuran keberhasilan yang sangat penting. Namun itu tentu bukan tujuan dari seorang social entrepreneur yang mengelola sebuah panti asuhan dan itu juga bukan tujuan seorang government entrepreneur yang ingin meningkatkan kesejahteraan warganya. Dalam pengamatan saya, terdapat empat kategori entrepreneur. Kategori pertama adalah Business Entrepreneur. Dalam kelompok ini bisa dibagi menjadi dua yaitu Owner Entrepreneur dan Professional Entrepreneur. Owner Entrepreneur adalah para pencipta dan pemilik bisnis. Adapun Professional Entrepreneur, adalah orang-orang yang memiliki daya wirausaha namun mempraktikkannya di perusahaan milik orang lain. Walaupun mereka orang gajian pola piker dan cara kerja mereka tetap seperti seorang entrepreneur sejati. Di beberapa literatur lain orang seperti ini disebut sebagai Intrapreneur. Kategori kedua adalah Government Entrepreneur, sebagai contoh adalah Lee Kuan Yew, mantan Perdana Menteri Singapura. La adalah seorang pemimpin yang mengelola dan menumbuhkan Singapura dengan jiwa dan kecakapan wirausaha. Lee Kuan Yew paham kewirau sahaan dan sekaligus fasih mewujudkan entrepreneurial government. Apa yang terjadi di Singapura selama kepemimpinannya adalah salah satu buktinya. GOVERNMENT INTRAPRENEUR Dr. Cosmas Batubara Masalah pekerjaan merupakan salah satu tantangan bangsa Indonesia. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja disbanding dengan tersedianya lapangan kerja selalu memperlihatkan data pencari kerja jauh lebih banyak disbanding dengan lapangan kerja yang tercipta. Oleh karena itu, adanya pemikiran mendorong kalangan generasi muda untuk mengbah cara berpikir mereka, dari cari kerja menjadi pencipta kerja, sangat tepat sekali. Buku Dr. Ir. Ciputra dengan judul QUANTUM LEAP merupakan upaya untuk mengubah kerangka berpikir (mindset) generasi muda tentang dunia kerja. Saya menyambut baik terbitnya buku Dr. Ir. Ciputra yang memuat hal-hal yang perlu dipahami oleh bangsa ini, kalau mau keluar dari posisi kemiskinan saat ini. Waktu saya masih menjabat Menteri Tenaga Kerja pada tahun 1988-1993, setelah mengamati besarnya angkatan penganggur, maka saya juga mengajak jajaran Departemen Tenaga Kerja untuk melakukan langkah-langkah melahirkan generasi muda yang bisa menciptakan kerja. Dalam kaitan dengan pemikiran tersebut, buku dari David Osborne dan Ted Gaebler dengan judul Reinventing Government, sangat menolong saya yang ingin mendorong Birokrasi mengubah cara berpikirnya, namun saya menyadari tidak begitu mudah. Keinginan mau mengubah cara berpikir kalangan birokrat, sampai saat ini tetap menjadi obsesi saya. Masalah Government Entrepreneur juga diangkat di buku Quantum Leap. Ada persamaan pandangan saya dengan pandangan yang dikemukakan Dr. Ir. Ciputra. Untuk memperjelas pandangan saya tentang masalah tersebut, saya ingin mengulangi apa yang sudah pernah saya kemukakan di buku saya Panjangnya Jalan Politik tentang masalah Government Entrepreneur. Dalam upaya mengantisipasi perkembangan ke depan, maka apa yang ditulis oleh David Osborne dan Ted Gaebler dalam buku Reinventing Government perlu dipelajari oleh kalangan birokrasi Indonesia. Untuk itu, saya mencoba mengambil beberapa bagian intisari dari buku tersebut. Kedua penulis tersebut mengetengahkan bahwa di Amerika Serikat birokrasi perlu ada perubahan-perubahan. Mereka mengangkat beberapa contoh yang memperlihatkan bahwa dengan perubahan system kerja, ternyata birokrasi dapat melakukan sesuatu yang sangat besar artinya bagi masyarakat. Kedua penulis tadi mengatakan bahwa yang perlu dilakukan adalah mengubah pemerintah menjadi entrepreneurial government. Mereka juga mengakui bahwa kata entrepreneurs bisa membuat orang kaget dan menafsirkan seolah-olah kata itu adalah pengusaha baik laki-laki maupun perempuan. Mereka menjelaskan bahwa, arti kata entrepreneur jauh lebih luas daripada pengusaha. Kedua penulis tersebut mengutip pendapat dari salah seorang ahli ekonomi dari Prancis yang memberi arti kata tersebut, yaitu J.B. Say sekitar tahun 1800. J.B. Say menulis: The Entrepreneur, Say wrote, Shift economic resources out of an area of lower and into a area of higher productivity and greater yields. An entrepreneur, in other words, uses resources in new ways to maximize productivity and effectiveness. Terjemahan bebas dari apa yang ditulis oleh Say adalah, menggunakan sumber-sumber ekonomi yang ada dengan cara baru untuk memaksi-mumkan produktivitas dan efektivitasnya. Bertolak dari pemikiran bahwa perlu ada government entrepreneur, maka kedua penulis tersebut mengangkat contoh-contoh suatu pemerintahan kota di Amerika Serikat yang berhasil menerapkan pandangan tadi. Kota itu adalah Kota Visalia di California. Sekolah di kota tersebut memerlukan kolam renang. Ada tawaran dari panitia Olympiade untuk menjual suatu kolam renang dari aluminium. Pimpinan sekolah dari kota itu melihat dan akan membelinya. Untuk mendapat persetujuan dari dewan sekolah pasti makan waktu. Akan tetapi, besoknya ada penawaran dari sekolah lain, berani memberi deposito yang tidak perlu diambil kembali sejumlah US $60.000. Pimpinan sekolah melihat kesempatan ini dan memanfaatkannya. Kolam renang dari aluminium tersebut dilepas kepada sekolah lain dan pimpinan sekolah tadi mendapatkan US $ 60.000 sebelum ada persetujuan dari dewan sekolah. Uang tersebut jadi milik sekolah. Oleh karena ada semangat entrepreneur menurut kedua penulis tadi, maka Kota Visalia mendapat dana US $60,000. Visalia bisa mendapatkan dana tersebut, karena system anggaran sudah berubah, di mana manajer dapat beraksi cepat kalau ada perubahan. Dengan terbitnya buku QUANTUM LEAP ini, mudah-mudahan cara berpikir kalangan pemerintah dan pejabat Negara bisa berubah, sehingga ke depan akan berkurang jumlah orang penganggur dan orang miskin. Pemahaman pentingnya budaya wirausaha untuk sebuah negara juga pernah diungkapkan Lee Kuan Yew ketika ia berbicara di Singapore Management University pada tanggal 5 Februari 2002. Topiknya, An Entrepreneurial Culture for Singapore. Tidak heran bila SMU (Singapore Management University) memakai nama Lee Kuan Yew Global Business Plan Competition untuk nama sebuah kegiatan kompetisi rencana bisnis yang mereka selenggarakan secara berkala dengan skala global. Kategori ketiga Social Entrepreneur, masuk dalam kelompok ini para pendiri organisasi-organisasi social kelas dunia yang menghimpun dana masyarakat untuk melaksanakan tugas social yang mereka yakini. Misalnya, Mohammad Yunus dari Grameen Bank dan Mother Theresa dari Calcuta. Kategori keempat, Academic Entrepreneur. Ini menggambarkan akademisi yang mengajar atau mengelola lembaga pendidikan dengan pola dan gaya entrepreneur sambil tetap menjaga tujuan mulia pendidikan. Menurut pendapat saya, Nicholas Negroponte penggagas One Child One Laptop dari MIT adalah contoh seorang pendidik yang memiliki kecakapan entrepreneurship. Bab I : Miskin Sumber Daya Alam Namun Menjadi Negara Kaya (Part 3) Jepang Jepang adalah Negara kepulauan dengan 3,000 buah pulau. Jepang juga dikenal dengan kepulauan yang penuh kegiatan gunung berapi. Sumber alam yang dimiliki Negara dengan luas daratan 373.000 km2 dan 5,000 km2 luas lautan sangat terbatas. Sementara itu, biji-biji yang mengandung logam sulit diproses karena memiliki kandungan rendah. Satu-satunya kelimpahan yang dimiliki Jepang adalah hutan yang mencakup 70 persen luas daratan negeri Matahari Terbit itu. Hebatnya, Jepang yang sadar lingkungan, tidak menggunakan hutannya secara luas. Dengan kondisi geografis seperti ini, akhirnya Jepang tergolong sangat prima mengelola pertanian dan perikanan. Jepang menjadi contoh yang baik bagaimana Negara dengan terbatasnya sumber daya alam namun bisa menjadi Negara dengan kekuatan ekonomi kedua setelah Amerika Serikat. GDP Nominal Jepang pada tahun 2007 mencapai 38,300 dollar Amerika. Bayangkan, dari tahun 1960-an sampai 1980-an Jepang mengalami apa yang dikenal sebagai keajaiban Jepang. Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata 10 persen pada tahun 1960-an, lima persen pada tahun 1970-an, dan empat persen pada tahun 1980-an. Keberhasilan ini semua dicapai oleh Jepang karena mereka menjadi negara yang menciptakan nilai tambah besar bagi setiap produk yang mereka tawarkan ke dunia. Jepang mengandalkan ekspor produk-produk dengan nilai jual yang tinggi, seperti mesin dan peralatannya, kendaraan bermotor, semi konduktor, dan bahan kimia. Jepang terkenal dengan perusahaan-perusahaan besar ternama di dunia, seperti Toyota Motor, NTT DoCoMo, Canon, Honda, Takeda Pharmaceutical, Sony, Nippon Steel, Tepco, Mitsubishi Estate, dan 711. Di samping itu Jepang memiliki perusahaan-perusahaan jasa yang begitu terkenal, seperti Japan Post Bank, Mitsubishi UFJ Financial Group, Mizuho Financial Group, dan Sumitomo Mitsui Financial Group. Ringkasnya, kekayaan Jepang saat ini diraih melalui ikhtiar yang tidak mengandalkan pengolahan sumber daya alam. Jepang memiliki kemampuan menciptakan nilai tambah melalui inovasi teknologi penuh sopistikasi dengan nilai jual tinggi di pasar internasional. Peran besar Jepang sebagai kekuatan ekonomi kedua terkuat di dunia menunjukkan pasar internasional menerima produk-produk Jepang. Switzerland Swiss adalah Negara yang memiliki luas tanah sekitar 41.325 km2, kira-kira sepertiga dari luas pulau Jawa. Swiss tidak memiliki sumber daya alam yang bisa diandalkan sebagai mesin pemutar perekonomian mereka. Sumber mineral tidak berlimpah, hanya granit, marmer, batu kapur, beberapa jenis batu untuk keperluan bangunan lain serta garam yang bisa diandalkan untuk kepentingan komersial. Aset lain, simpanan alam besi dan mangan. Sumber alam yang cukup berlimpah di Swiss ialah air karena kontur pegunungan yang mendominasi geografi Swiss. Hebatnya, kendati sumber daya alamnya pas-pasan, Swiss adalah negara amat kaya. Pendapatan per kapita nominalnya mencapai 58,000 dollar Amerika. Ini menempatkan Swiss di urutan ketujuh di dunia. Mengapa Swiss bisa menjadi Negara kaya? Secara alami penduduk Swiss memiliki karakter pendamai dan suka mempertahankan kenetralannya. Di samping itu mereka adalah orang-orang yang menjunjung tinggi keahlian dalam manufaktur alat-alat dengan presisi tinggi. Industri jam Swiss menjadi industri yang telah ratusan tahun menjadi tradisi industri keluarga di Swiss. Pasar internasional bahkan sangat bangga ketika menggunakan produk-produk dengan presisi tinggi dari Swiss. Kunci keberhasilan Swiss ialah kemampuan mereka menangani sumber daya manusia sehingga mereka mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi dan menyampaikan ke pasar internasional dalam perdagangan dunia. Berbagai jenis mesin, elektronik, produk kimia, instrumentasi ketelitian, asuransi, jasa perbankan, dan wisata adalah produk-produk unggulan Swiss dalam ekspor. Produk Swiss unggul di pasar dunia karena memiliki diferensiasi serta mutu yang terjaga. Lebih dari itu, produk Swiss mengantongi repurtasi sangat tinggi dan menjadi brand kelas dunia. Akan tetapi Swiss juga mengandalkan impor bahan baku dari luar negeri, seperti bahan-bahan mentah, kimia, bahan bakar fosil seperti minyak. Sebanyak 80 persen impor Swiss berasal dari Negara-negara Uni Eropa. Swiss sudah berswasembada pangan karena 60 persen kebutuhan pangan dapat dipenuhi dari produk dalam negeri. Perusahaan-perusahaan dengan revenue besar yang berasal dari Swiss di antaranya Glencore, Nestle, Novartis, Hoffmann-La Roche, ABB and Adecco. Demikian juga perusahaan jasa seperti UBS AG, Zurich Financial Services, Credit Suisse, Swiss Re, dan The Swatch Group berasal dari Swiss. Ini belum berbicara tentang produk jam yang sangat unggul dalam mutu dan nama. Misalnya, siapa yang tidak mengenal arloji Rolex dan Breitling? Semua hal tersebut menunjukkan, pemerintah Swiss ekstra cermat menangani sumber daya manusia mereka untuk terus menciptakan nilai tambah agar setiap produk mereka memiliki energi untuk berkompetisi di era globalisasi ini. Swiss sadar benar tentang makna rivalitas di dunia yang makin dahsyat. Mereka sadar, tanpa kekhasan, diferensiasi, dan penjagaan kualitas, mereka akan menjadi pecundang. Bab III: KEHIDUPAN DENGAN DAN TANPA KECAKAPAN ENTREPRENEURSHIP Saya Tidak Pernah Melamar Kerja Beberapa tahun yang lalu istri saya Dian Sumeler secara tidak sengaja menemukan ijazah perguruan tinggi yang saya peroleh pada tahun 1960 dari ITB Bangdung. Itu menyadarkan saya bahwa saya tidak pernah menggunakan lembar ijazah itu untuk mencari kerja yang memang tidak saya perlukan. Bukan berarti ITB tempat saya belajar menjadi arsitek tidak memberikan sesuatu yang berharga untuk hidup saya. Hal paling berharga yang saya peroleh dari ITB bukan selembar ijazah itu namun ilmu kreativitas bidang arsitektur yang melengkapi kecakapan entrepreneurship saya sehingga saya bisa jadi pengembang di Indonesia dan di berbagai Negara lain. Inilah kombinasi teknologi dengan entrepreneurship yang kemudian melahirkan seorang technopreneur. Kecakapan entrepreneurship sudah membantu saya sejak tingkat dua ITB karena memasuki tingkat dua di ITB saya tidak memperoleh dukungan uang dari ibu saya lagi. Tidak ada jalan lain untuk saya selain harus bisa mendapatkan uang sendiri untuk melanjutkan kehidupan saya di ITB Bandung. Selama masa kuliah tersebut saya pernah berdagang batik. Saya mencari batik di Bandung lalu menjualnya ke Medan. Saya juga pernah berjualan furniture, saya merancang gambarnya dan kemudian membayar tukang mebel untuk membuatnya. Di tingkat empat masa perkuliahan, bersama rekan Ismail Sofyan dan rekan Budi Brasali (alm), dua teman kuliah saya di ITB yang memiliki integritas hebat, kami mendirikan sebuah perusahaan konsultan, bernama Daya Cipta dan sampai sekarang masih beroperasi dengan nama PT Perentjana Djaja. Untuk menjaga biduk perusahaan berjalan lancer sekaligus tugas perkuliahan terselesaikan dengan baik maka kerja keras dan pengelolaan diri yang sangat ketat harus saya lakukan. Kecakapan entrepreneurship yang saya miliki membuat saya bukan seorang pencari kerja. Bayangkanlah bila setiap tahunnya lembaga pendidikan kita dapat menghasilkan ratusan ribu lulusan dengan kecakapan entrepreneurship. Pihak yang diuntungkan bukan hanya lulusan itu sendiri. Pihak bank dan lembaga keuangan dapat menyalurkan kredit usaha kecil kepada mereka, masyarakat mendapatkan solusi produk atau jasa, ada lapangan pekerjaan baru yang terbuka, ada kutipan pajak yang baru dan tentunya akan terdapat suasana social yang lebih baik karena pengangguran menjadi barang langka. Apa yang terjadi sekarang justru kebalikannya. Oleh karena sedikit sekali jumlah penduduk yang memiliki kecakapan entrepreneurship maka lapangan pekerjaan menjadi barang langka. Pengangguran dan kesusahan tampak di mana-mana. Selembar Ijazah Tanpa Kecakapan Entrepreneurship: Siapkan Diri Antre Pekerjaan Sangat menyedihkan melihat generasi muda lulusan perguruan tinggi yang menaruh harapan utama masa depannya pada lembaran ijazah yang mereka miliki. Namun ternyata pekerjaan yang dicari tidak kunjung ditemukan. Saat ini pasokan tenaga kerja terdidik lulusan perguruan tinggi sudah tidak berimbang dengan peluang yang tersedia. Mari kita perhatikan beberapa fakta ini. 1. Minat Menjadi PNS Tinggi, Peluangnya Sedikit Situs Departemen Pendidikan Pemerintah DKI Jakarta pada tanggal 2 Juni 2006 memuat sebuah berita terkini tentang pelamar kerja yang ingin menjadi PNS Pemerintah DKI Jakarta. Dikatakan bahwa lowongan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Pemerintahan provinsi DKI Jakarta telah menarik perhatian puluhan ribu pencari kerja. Hingga ditutupnya waktu pendaftaran hari Sabtu (4/2), Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta mencatat sebanyak 39.622 pelamar melayangkan surat lamaran kerja untuk 950 lowongan yang ditawarkan. Pernahkah kita bayangkan bagaimana nasib dari sekitar 38.500 pelamar yang tidak gagal seleksi menjadi PNS Pemerintah DKI Jakarta? 2. Satu Lowongan Kerja diperebutkan 200 Pelamar Pada hari Senin tanggal 22 Januari 2007 media massa nasional di Indonesia memberitakan, lebih dari 110.000 pelamar kerja bersaing mendapatkan 500 kesempatan kerja di Trans TV dan Trans7. Ini sebuah fakta riil tentang langkanya peluang kerja di Indonesia yang sangat menyakitkan. Sebuah lowongan kerja ternyata diperebutkan 200 pelamar. Banyaknya tenaga terdidik yang mencari kerja bukan fakta yang aneh karena pada tahun 2007 di Indonesia terdapat 740.206 lulusan perguruan tinggi yang menganggur. Seandainya ibu Pertiwi adalah sosok yang bisa kita lihat maka pasti ia sedang meneteskan air mata menyaksikan kenyataan memilukan ini. Tak ayal, ini sebuah sinyal bahaya yang mengkhawatirkan tentang langkanya lapangan kerja di Indonesia. 3. Sarjana Nuklir Berjualan Es Krim Harian Kompas pada tanggal 28 April 2007 menulis tentang nasib para karyawan korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Kompas memilih judul dan juga foto dari Sarjana Nuklir Berjualan Es Krim. Ini kisah nyata dari seorang sarjana nuklir lulusan sebuah perguruan tinggi terkemuka. La bekerja di PT Dirgantara Indonesia sebagai Pemrogram dan Pendesain di bagian Engineering Research. Pada tahun 2003 ia terkena PHK bersama lebih kurang 6.550 karyawan lain. Pasca PHK ia berwirausaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup dirinya dan keluarganya. La pernah beternak kelinci, ayam, dan itik. Pernah pula berjualan rokok dan keripik singkong namun kerja wirausaha serabutan tersebut gagal sehingga akhirnya ia berjualan es krim di sebuah pusat perbelanjaan di Jawa Barat. Teman-temannya, sesame korban PHK PT Dirgantara Indonesia ada yang mencoba membuka warung kecil, berjualan gorengan atau nasi goring. Bahkan, ada yang menjadi tukang parker dan tukang tambal ban. Namun yang paling memilukan adalah seorang mantan karyawan Quality Assurance PT Dirgantara Indonesia yang semula pekerjaannya sangat penting, yaitu memeriksa komponen pesawat sebelum dioperasikan, bekerja sebagai pemulung pasca PHK. Menjadi entrepreneur kerap menjadi jalan keluar yang paling terbuka dan paling sering dicari pada masa paska PHK namun saying banyak yang gagal. Seandainya 6.550 korban PHK ini sudah belajar tentang entrepreneurship ketika mereka di bangku sekolah saya piker mereka akan memiliki kehidupan lebih baik karena mampu meng-entrepreneur-kan kecakapan teknis mereka. 4.Menjadi TKI karena Lowongan Pekerjaan Langka Siapa yang bangga pergi begitu jauh hanya melakukan pekerjaan yang dihindari dan dianggap rendah oleh penduduk Negara tersebut? Pekerjaan ini pasti bukan pilihan pertama adik-adik atau anak-anak kita. Risiko dan biaya social yang harus dikeluarkan untuk menjadi TKI sangat tinggi. Menurut Direktur Eksekutif Migrant CARE sampai dengan Agustus 2007 sudah 121 orang TKI meninggal di tempat pekerjaan mereka. Salah satu korban adalah Sumarmi (22 tahun) meninggal tanggal 25 Agustus 2007 di rumah majikannya di Malaysia. Dalam artikel berjudul, Bekerja di Jepang: Kisah Pilu TKI, ada kalimat begini, sekitar 400-an warga Indonesia ada di penjara Jepang. Masih banyak cerita tentang penderitaan dan kepedihan hidup mereka. Kendat sulit, dianggap rendah, dan penuh risiko, pada kenyataannya menurut Migrant CARE sampai tahun 2006 terdapat 6,9 juta orang Indonesia memutuskan menjadi TKI. Kita sadari bersama bahwa TKI telah menyumbangkan devisa sedikitnya US $6,5 miliar atau Rp 61,7 triliun per tahun. Ini lebih besar dari ekspor minyak kelapa sawit, mebel, dan kerajinan Indonesia. Akan tetapi, akankah kita dengan gembira memperbesar terus jumlah TKI kita? Membuka lebih banyak peluang kerja untuk mereka di Tanah Air sendiri merupakan jalan keluar yang sangat berarti untuk masa depan mereka, bukan mengirim mereka ke luar negeri. Saya dan para rekan entrepreneur lainnya mewakili sekelompok masyarakat yang memasuki dunia kerja dengan kecakapan mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas. Kami tidak perlu menjadi pencari kerja, kami memiliki kesanggup0an untuk menciptkan pekerjaan bagi diri sendiri bahkan kami bangga bisa menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. Coba bayangkan apa yang akan terjadi dengan generasi muda di empat kasus tersebut bila mereka memiliki kecakapan menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri? Kasus-kasus tersebut tidak perlu terjadi, bukan?Sebaliknya, bayangkan juga saya sebagai seorang pemuda miskin dari sebuah desa di Pulau Sulawesi yang memasuki masa depan tanpa bekal kecakapan seorang entrepreneur sejati yang mampu mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas? Saya piker nasib saya tidak akan banyak berubah dari titik berangkat hidup saya, yaitu sekitar garis kemiskinan itu saja. Bab III: Kehidupan Dengan dan Tanpa Kecakapan Entrepreneurship(Part 1) Penganggur Terdidik Makin Besar Jumlahnya di Indonesia Setiap tahun perguruan tinggi di Indonesia menghasilkan lebih dari 300.000lulusan, sebagai contoh tahun 2005/2006 terdapat 323.902 lulusan Perguruan Tinggi. Namun daya serap lapangan kerja untuk mereka terlalu sedikit, sehingga pada bulan Februari 2007, terdapat lebih dari 740.000 lulusan perguruan tinggi yang menganggur. Hal yang sangat mencemaskan ialah angka ini cenderung naik pesat dari waktu ke waktu. Dalam waktu enam bulan, dari Agustus 2006 hingga Februari 2007, penganggur terdidik naik sebesar 66.578 orang (9,88 persen), artinya dalam setahun bisa mencapai 20 persen. Lebih menyedihkan lagi bila kita mengikutkan kelompok penganggur terdidik yang setengah menganggur. Pada bulan Februari 2007 sudah terdapat 1,4 juta, atau naik sekitar 26 persen dibandingkan Februari 2006. Akankah masalah berat ini kita biarkan terus bertumbuh? Lingkaran Setan: Pengangguran-Kemiskinan-Bencana Pengangguran akan bermuara ke kemiskinan dan kemiskinan dapat melahirkan begitu banyak masalah social hingga pada bencana nasional. Bukan hal sulit untuk menemukan kaitan antara terorisme dengan kemiskinan. Atau masalah imigran gelap dengan kemiskinan. Atau masalah imigran gelap dengan kemiskinan, women trafficking dengan kemiskinan. Pelacuran anak dengan kemiskinan. Persoalan global warming juga dengan kemiskinan. Soal banjir dengan kemiskinan, dan sebagainya. Oleh karena itu, bila tidak ada formula riil terhadap masalah pengangguran dan kemiskinan kita telah membuka pintu terhadap masalah-masalah tersebut. Sebagai contoh, dalam sebuah tulisan berjudul World Bank Weighs In on Youth Unemployment oleh Jonathan Adabre, dilaporkan bahwa meroketnya pengangguran di usia muda, meningkatkan api konflik di Negara-negara tertentu. Sebagai contoh di Liberia, Sierra Leone, dan Cote divoire para pemberontak merekrut para penganggur ini masuk dalam kelompok mereka. Jumlah Entrepreneur di Indonesia Terlalu Sedikit Pada salah satu bagian pemikirannya, David McClelland berpendapat, suatu negara akan menjadi makmur apabila mempunyai entrepreneur sedikitnya sebanyak dua persen dari jumlah penduduk. Singapura, menurut laporan Global Entrepreneurship Monitor (GEM) tahun 2005, memiliki entrepreneur sebanyak 7,2 persen dari total penduduk. Padahal, pada tahun 2001 hanya tercatat sebesar 2,1 persen. Jumlah ini menarik dibandingkan dengan Amerika Serikat, lokomotif ekonomi selama satu abad terakhir ini. Pada tahun 1983, penduduk Amerika Serikat yang berjumlah 280 juta sudah memiliki enam juta entrepreneur, atau 2,14 persen dari total penduduknya. Di Indonesia diperkirakan hanya 400.000 orang yang tercatat menjadi pelaku usaha yang mandiri, atau sekitar 0,18 persen dari populasi. Dengan jumlah pendukduk sebesar 220 juta, Indonesia membutuhkan 4,4 juta entrepreneur. Lesther Thurow menyebut betapa penting arti entrepreneur. La mengatakan, There are no institutional substitute for individuals entrepreneurial change agents. The entrepreneur winners of the game become wealthy and powerful, but without entrepreneurs, economies become poor and weak. The old will not exit the new cannot enter. Jadikan Kemiskinan sebagai Masa Lalu Sangat ironis melihat fakta terdapat negara-negara dengan kekayaan alam dan budaya yang melimpah namun ternyata di sana terdapat pengangguran dan kemiskinan yang melimpah ruah juga. Sudah jelas-jelas memiliki kekayaan alam, artinya tidak perlu berangkat dari modal kotoran dan rongsokan, seharusnya lebih dari emas yang didapat. Kenyataannya, pengangguran dan kemiskinan ada di mana-mana. Di sisi lain, nah di sini menariknya masalah ini, kita menemukan negara-negara miskin kekayaan alam namun mampu menonjol sebagai negara kaya. Ini bukti bahwa manfaat ekonomis yang terbesar bukan berpihak kepada siapa yang memiliki kekayaan alam tapi berpihak kepada mereka yang mampu menaklukkan pasar dengan kecakapan entrepreneurship. Sekarang, bagaimana caranya keluar dari lingkaran setan ini? Nasihat dari Caroline Jenner dalam The Next Generation Survery perlu kita simak baik-baik: We cannot give them jobs, but we can ensure that they have the core skills and competences to create them. Di sinilah peran sekolah dan perguruan tinggi menjadi sangat penting. Entrepreneurship Mengubah Kekayaan Alam dan Budaya Menjadi Kesejahteraan Bangsa Pada tanggal 12 Agustus 2007 tahun yang lalu saya mendapat kehormatan diangkat sebagai Tetua Suku Asmat Pemimpin Sumber Kemakmuran oleh Bupati Asmat, Bapak Yuvensius A. Biakay. Upacara pengangkatan itu sendiri dilakukan di pantai Taman Impian Jaya Ancol. Bersamaan dengan acara tersebut dilakukan pameran patung dan lukisan oleh para seniman Asmat, pertunjukan tari Asmat serta demonstrasi mendayung perahu-perahu Asmat yang ramping dan unik, yang ternyata bisa menjelajah pantai Ancol. Saya sungguh sangat terkesan akan keindahan dan keaslian seni budaya Asmat. Karya seni budaya seperti ini pantas untuk dipromosikan ke seluruh Indonesia dan seluruh dunia. Saya adalah pencinta seni budaya dan sekaligus kolektor lukisan. Saya cukup paham karya seni seperti apa yang memiliki kualitas dan nilai pasar yang tinggi. Saya ingin menyatakan dengan jujur bahwa karya seni Asmat memiliki potensi masuk ke kancah dunia. Saya berkata di dalam hati, apa yang saksikan ini barulah sebuah karya seni budaya dari sebuah kabupaten di tanah air kita. Kita memiliki masyarakat yang beragam tersebar di lebih dari 17.000 pulau, lebih dari 1.000 suku bangsa yang masing-masing memiliki bahasa dan keunikan tersendiri. Sungguh betapa kayanya Indonesia. Keragaman yang kita miliki adalah anugerah Tuhan dan aset yang sangat mahal. Saya berkeyakinan melalui pendidikan dan pelatihan entrepreneurship karya seni budaya serta kearifan lokal yang sangat banyak dan beragam di Indonesia dapat menjadi produk yang mampu menyejahterakan para pelakunya beserta masyarakat sekitarnya. Sebagai contoh adalah lukisan-lukisan karya pelukis dari China yang sekarang mulai merambah makin banyak galeri dan lelang lukisan kelas dunia. Harga lukisan mereka bisa mencapai 10 kali harga dari lukisan karya pelukis Indonesia. Tidak heran bila industri kreatif di China bertumbuh dan para senimannya makin sejahtera. Kenyataan ini bukan berarti karya seni para pelukis Indonesia tertinggal jauh dari China. Kita memiliki banyak pelukis yang berbakat, namun yang menjadi masalah utama adalah masih kurangnya pemahaman entrepreneurship di antara para seniman kita. Pada tanggal 8 September 2008 yang lalu untuk pertama kalinya saya berkunjung ke Palangkaraya untuk berbicara di Universitas Palangkaraya dan di Semiloka Pendidikan yang diseleng-garakan oleh AYUB (Asosiasi Yayasan Untuk Bangsa). Selama di Palangkaraya saya terkesan oleh empat hal. Pertama oleh keramahtamahan sambutan Gubernur Kalimantan Tengah Bapak Teras Narang. Bapak Teras Narang menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap pengembangan pendidikan entrepreneurship di Kalimantan Tengah. Kedua oleh lezatnya makanan ala Kalimantan Tengah, masakan ikan yang ditangkap dari sungai Kalimantan Tengah jarang saya temukan di tempat lain. Ketiga oleh keindahan seni ukir Dayak yang saya lihat di ruang pertemuan kantor Gubernur dan gerbang Universitas Palangkaraya. Keempat oleh kekayaan hutan tropis beserta keragaman hayati yang dimiliki oleh Kalimantan Tengah. Saya berpikir tempat di mana lagi di dunia yang hijau berhutan-hutan, memiliki sungai yang besar, memiliki beragam spesies langka flora dan fauna mencakup mamalia, kupu-kupu, reptile, burung, unggas, dan banyak lagi. Barangkali masih ada di beberapa tempat lain surga keragaman hayati seperti Kalimantan Tengah, namun pasti jumlahnya tidak banyak. Indonesia memang mendapat anugerah Tuhan menjadi tuan rumah bagi begitu banyak ciptaan Tuhan yang indah. Bayangkan di bumi nusantara kita terdapat sekitar 47,000 spesies tumbuhan atau sekitar 12 persen dari seluruh spesies tumbuhan di dunia. Dengan segala keunikan dan kekayaan alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya dapatkah Kalimantan Tengah menjadi tujuan wisata dunia? Saya merasa yakin hal tersebut dapat terjadi bila semakin banyak rakyat Kalimantan Tengah yang memiliki jiwa, semangat dan kecakapan entrepreneurship. Bab III: Kehidupan Dengan dan Tanpa Kecakapan Entrepreneurship(Part 2) Promosi Industri Kreatif: Sebuah Terobosan Saya melihat upaya Menteri Perdagangan Marie Pangestu untuk mempromosikan industri kreatif di Indonesia adalah sangat tepat dan sangat baik. Industri kreatif Indonesia memang harus dibangunkan dari tidurnya, karena bahan bakunya sudah tersedia dengan berlimpah. Saya berpendapat bahwa industri kreatif adalah paduan antara kreativitas di berbagai bidang dengan entrepreneurship. Melalui entrepreneurship-lah kekayaan kreativitas bisa berubah wujud menjadi kesejahteraan para penciptanya. Sebagai contoh adalah apa yang diberitakan Kompas pada tanggal 8 Agustus 2008 tentang Keris Gelombang Cinta. Ki Sukamdi dari Desa Jetis, Nusukan Solo mengembangkan sebuah model Keris baru yang terinspirasi dari jenis daun anturium. Ki Sukamdi juga menciptakan keris model Kamardikan, sebuah keris bermata dua namun memiliki satu bilah. Keris yang terakhir ini melambangkan tujuh belas Agustus, Kamardikan. Ini adalah sebuah contoh kreativitas yang sedang menanti sentuhan entrepreneurship. Bagi saya ini adalah sebuah riak kecil inovasi yang perlu ditanggapi dengan serius dan saksama oleh Pemerintah. Pembuatan keris melibatkan daya seni, ilmu logam, dan teknik industri. Bila kita bisa memadukan teknologi, seni dan entrepreneurship secara tepat saya percaya ini bisa menjadi sebuah industri kreatif yang mendunia. Kalau karate dari Jepang, atau musik-musik dari negara lain bisa mendunia maka keris sebagai mahakarya warisan kemanusiaan dari Indonesia bukan mustahil menjadi sebuah produk industri kreatif dari Indonesia untuk dunia. Hal yang menyedihkan adalah ketika perusahaan-perusahaan membeli hasil temuan, mengembangkan karya seni budaya dan hasil alam Indonesia dan kemudian mengomersialisasikannya ke seluruh dunia menjadi laba puluhan kali lipat. Perusahaan menjadi sangat kaya namun para penemu dan masyarakat lokal tidak berubah banyak kesejahteraannya. Ini bukan salah dari perusahaan-perusahaan tersebut namun inilah kekurangan kita, yaitu belum mampu mengembangkan nilai tambah yang optimal untuk kekayaan yang kita miliki sendiri. Sungguh ini sama sekali tidak saya harapkan terjadi di masa depan. Masalah Dunia: Kelangkaan Pekerjaan ILO dalam salah satu laporannya pada bulan Oktober tahun 2006 dengan judul New ILO study says youth unemployment rising, with hundreds of millions more working but living in poverty menuliskan empat temuan kunci, yaitu: • Dari 1.1 milliar penduduk dunia berusaha 15 sampai dengan 24, satu di antara tiga orang sedang mencari pekerjaan namun tidak berhasil mendapatkannya. Atau sudah menyerah, lalu menjadi penganggur saja, atau menerima pekerjaan apa adanya dengan pendapatan kurang dari dua dollar AS per hari. • Di pihak lain populasi penduduk dunia usia muda bertumbuh sebesar 13,2 persen dari tahun 1995-2005. Lapangan pekerjaan untuk mereka hanya bertumbuh sebesar 3,8 persen. • Pengangguran di kalangan usia muda ini ternyata mewakili 44 persen dari total jumlah pengangguran di dunia, padahal mereka hanya 25 persen dari seluruh populasi usia kerja • Pengangguran di kelompok usia muda (15-25 tahun) di dunia pada tahun 2005 mencapai 13,5 persen. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka pengangguran usia dewasa yang pada tahun 2005 hanya mencapai 4,6 persen Naiknya jumlah penganggur usia muda sudah pasti akan berdampak pada berbagai masalah dan bencana, yang bukan saja akan terjadi di tempat mereka berdomisili namun dapat menjadi masalah dunia yang serius. Saya ingin menegaskan di sini bahwa kebutuhan melengkapi generasi muda dengan kecakapan menciptakan pekerjaan bagi diri mereka sendiri adalah tugas bersama seluruh pemerintahan di dunia Bab IV : Solusi: Pendidikan dengan Strategi Baru Apakah mungkin kita menghasilkan manusia-manusia masa depan pengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas dalam jumlah besar? Mungkinkah kita melakukan lompatan jauh ke depan yang rasional dan memiliki jangka waktu terukur untuk dapat menambah jumlah entrepreneur secara dramatis? Saya berkeyakinan kuat bahwa itu sangat mungkin kendati memerlukan waktu panjang, dan mungkin bisa 25 tahun. Strategi utama mencapai cita-cita ini ialah melalui kebijakan nasional dalam bidang pendidikan. Kita bersama perlu mengintegrasikan pendidikan entrepreneurship kepada kurikulum nasional kita. Mengapa melalui pendidikan? Setidaknya saya memiliki depapan alasan. Pertama, apa yang akan terjadi di masa depan dicerminkan oleh apa yang terjadi saat ini dalam dunia pendidikan. Kalau kini kita melakukan pendidikan entrepreneurship di sekolah-sekolah, maka pada masa mendatang akan dihasilkan entrepreneur-entrepreneur baru. Kalau kita tidak mengajarkan entrepreneurship maka entrepreneur-entrepreneur baru hanya akan tumbuh secara kebetulan. Alasan kedua, saat ini kita kelebihan pasokan pencari kerja dan kekurangan pencipta lapangan kerja. Pada awal tahun 2007 sudah lebih dari 740.000 lulusan perguruan tinggi menganggur padahal setiap tahunnya peguruan tinggi di Indonesia menghasilkan lebih dari 300.000 lulusan baru. Artinya, akan terjadi pertambahan jumlah penganggur terdidik secara terus-menerus setiap tahun. Ini fakta kasatmata yang menunjukkan kita perlu berinovasi dalam sistem pendidikan kita. Alasan ketiga, pertumbuhan ekonomi melalui pertumbuhan investasi perusahaan nasional maupun internasional tidak cukup untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi generasi muda. Untuk ini saya memiliki tiga alasan. Satu, kita bukan satu-satunya negara tujuan investasi internasional, sudah makin banyak pesaing yang lebih menarik di sekeliling kita. Aspek lain, berita buruk tentang terorisme dan kecelakaan pesawat terbang di Indonesia mengusik minat investor dating ke Indonesia. Dua, teknologi robot dan otomatisasi akan mengurangi kebutuhan perusahaan akan tenaga kerja. Contoh yang paling sederhana adalah ATM yang sudah jadi bagian dari kehidupan kita (hamper semua pembaca buku ini memiliki kartu ATM) sudah menghapuskan puluhan ribu sampai dengan ratusan ribu pekerjaan kasir bank di Indonesia. Tiga, surplus pencari kerja di Indonesia merupakan fakta kasatmata yang menunjukkan kita tidak bisa hanyua mengandalkan pertumbuhan investasi untuk pembukaan lapangan kerja. Alasan keempat, opsi terbesar untuk pekerjaan masa depan ialah menjadi pemilik usaha. Usaha skala kecil dan menengah adalah tumpuan utama pertumbuhan ekonomi masa depan. Nicholas Negroponte penggagas One Child One Laptop atau laptop senilai US $100 berkata, Pada tahun 2020 kebanyakan atasan ialah diri sendiri Apakah kita mau ketinggalan kerta dalam era UKM masa depan? Mungkinkah pendidikan yang memiliki visi jadi pekerja semata menghasilkan manusia-manusia masa depan yang mampu menjawab tantangan era UKM tersebut? Kelima, saya berkeyakinan, cukup banyak manusia Indonesia yang memiliki potensi menjadi entrepreneur yang berhasil, baik usaha skala kecil, menengah maupun besar. Kita memiliki contoh-contohnya di masa lalu maupun di masa kini. Saying sekali bila sumber daya manusia ini tidak mendapatkan inspirasi dan pelatihan untuk jadi entrepreneur karena sistem pendidikan yang menjurus kepada pencari kerja. Sumber daya manusia Indonesia yang kaya dengan ragam potensi berhasil kita masukkan dalam cetakan yang seragam, yaitu dibentuk menjadi pencari kerja. Keenam, kenyataan bahwa sebagian besar generasi muda Indonesia tidak dilahirkan di dalam keluarga entrepreneur atau dibesarkan dalam lingkungan yang memiliki budaya entrepreneurship. Oleh karena itu tidak heran bila mereka memiliki kesulitan-kesulitan untuk jadi entrepreneur. Satu-satunya jalan adalah mengintervensi melalui jalur pendidikan sehingga inspirasi entrepreneurship dan kecakapan entrepreneurship dalam arti yang luas dapat tumbuh sejak dini. Ketujuh, sekolah adalah lembaga pendidikan dengan jejaring terluas yang sangat dipercaya oleh masyarakat. Masyarakat sudah memiliki persepsi bahwa sekolah adalah paspor masa depan yang lebih baik. Kalau ingin sukses, belajarlah setinggi mungkin atau carilah sekolah yang baik, adalah nasihat yang biasa kita dengar. Sekolah adalah lembaga paling strategis untuk menciptakan perubahan masa depan. Kedelapan, negara-negara maju sudah memulai pendidikan entrepreneurship dalam kurikulum nasional mereka. Pada tahun 2008 akan diadakan pertemuan tahunan para educator entrepreneurship di Amerika Serikat yang ke-26. Artinya, mereka sudah memikirkan hal ini lebih dari 25 tahun. Uni Eropa melakukan program sistematis dan terstruktur untuk mengintegrasikan pendidikan entrepreneurship dalam kurikulum nasional sejak tahun 2000. pada tanggal 24 September 2003 mereka menghasilkan Green Paper dengan judul Entrepreneurship in Europe dan kemudian pada tanggal 26-27 Oktober 2006 mereka bertemu lagi di Oslo dalam sebuah konferensi dengan tema: Entrepreneurship Education in Europe: Fostering Entrepreneurial Mindset through Education and Learning. Pertemuan ini menghasilkan The Oslo Agenda for Entrepreneurship Education in Europe. Dengan Agenda Oslo maka bangsa Eropa memiliki rencana besar tertulis untuk secara sistematis menanamkan pola pikir entrepreneurship di benak generasi bangku sekolah. Agenda Oslo meliputi keputusan dan kebijakan dalam hal-hal berikut ini. A. Kerangka untuk Pengembangan Kebijakan. B. Dukungan bagi Institusi Pendidikan yang sudah berdiri. C. Dukungan bagi Para Guru dan Pendidik. D. Kegiatan Entrepreneurship di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga Pendidikan Tinggi. E. Membangun Hubungan dan Membukakan Pendidikan dari Dunia Luar F. Kegiatan Komunikasi Apakah makna semua ini? Ini menunjukkan, negara-negara maju tengah menyiapkan secara besar-besaran generasi entrepreneur masa depan. Mereka sedang dan sudah bergerak menjadi bangsa entrepreneur. Kita pun harus melakukannya sekarang. Bab IV : Strategi QUANTUM LEAP Gagasan utama bagi quantum leap seperti yang saya pilih untuk judul buku ini ialah sebuah ide besar ihwal strategi pendidikan entrepreneurship. Strategi itu sebagai sebuah formula strategis dan praktis mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Pendidikan ini patut dilaksanakan dalam bentuk pendidikan dengan waktu pendek (pelatihan )bagi mereka yang "menjelang" menganggur atau sedang menganggur. Atau, dalam bentuk pendidikan dengan jangka waktu pangjang (pendidikan umum, yang saat ini di bangku sekolah). Sejak dini tetapi seluas mungkin, pendidikan ini diajarkan kepada generasi muda secara sistematis dan bertahap. Penekanannya mendidik peserta agar menjadi manusia yang mampu menciptakan kerja bagi diri sendiri. Ini tidak mustahil, meski harus diakui tidak mudah. Kita harus berani melangkah out of the box. Kita masuk dalam paradigma baru termasuk di dalamnya meninggalkan cara pembelajaran yang tidak mendorong imajinasi kreatif. Saya tidak mengatakan bahwa semua orang harus jadi entrepreneur dan pendidikan yang memusatkan diri pada penciptaan calon pekerja adalah keliru sama sekali. Strategi ini tidak salah bila industri terus bertumbuh secepat pertambahan pasokan tenaga kerja dan kemajuan teknologi berpihak penuh pada kaum pekerja. Pada kenyataannya sekarang relokasi industri merupakan sebuah strategi Multi National Company (MNC), memindahkan lokasi pabrik merupakan salah satu agenda global mereka. Kemajuan teknologi menciptakan lapangan kerja. Di sisi lain, itu adalah senjata pemusnah massal lapangan kerja yang terbaik. Hal yang saya yakini adalah kecakapan seorang entrepreneur sejati, yaitu mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas, pasti akan memberikan manfaat besar bagi generasi yang akan dating, apa pun profesi yang mereka pilih. Paling tidak mereka tahu cara menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri. Itulah obat paling mujarab menggusur pengangguran sebagai penyakit menakutkan. Bukan Hanya Keluar dari Kemiskinan Dari sisi ekonomi, pembelajaran entrepreneurship akan memberikan tiga manfaat berarti. Pertama akan menghasilkan manusia-manusia masa depan yang sanggup tidak miskin. Ini akan mengangkat beban negara dan masyarakat secara sangat berarti sekaligus menaikkan citra kita sebagai bangsa besar. Kita bersama harus menolak kutukan bangsa kuli, sebuah kekhawatiran yang banyak kali diucapkan oleh Presiden Soekarno. Kedua, para entrepreneur yang bertumbuh adalah sumber-sumber panda-patan negara yang dapat diandalkan. Negara dapat mengutip pajak dan retribusi yang kemudian dikelola untuk membangun prasarana public dan melakukan pelayanan masyarakat. Ketiga, para entrepreneur akan ikut membuka lapangan pekerjaan baru, ikut membangun kota-kota baru, mengembangkan pertanian, menggariahkan produk-produk kebutuhan masyarakat, menyediakan jasa layanan public yang berkualitas dan banyak yang lain lagi. Saya simpulkan, pendidikan entrepreneurship adalah senjata penghancur missal untuk pengangguran dan kemiskinan sekaligus tangga menuju impian setiap warga masyarakat untuk mandiri secara financial dan mampu membangun kemakmuran (wealth). Lalu secara bersama-sama membangun kesejahteraan bagi bangsa (welfare) Salah satu ilmunya adalah di www.admiralmarkets.com atau di http://pusatdata.kontan.co.id/ Inilah Keuntungan Berinvestasi Saham Saham, saat ini menjadi salah satu instrumen investasi yang diminati. Mengapa diminati? Tentunya, saham menaawarkan hasil investasi. Secara umum terdapat dua keuntungan dengan berinvestasi saham. Sebagai pemegang saham, Anda berhak mendapatkan dividen. Dividen adalah uang yang keluarkan perusahaan untuk dibagikan kepada para pemegang saham. Seluruh perusahaan yang beroperasi selalu memiliki tujuan untuk menghasilkan laba atau keuntungan. Tentu tujuan keuntungan tersebut untuk pemegang sahamnya. Nah bila keuntungan tersebut tidak dipakai perusahaan untuk menambah investasinya (laba ditahan) maka dana hasil keuntungan tersebut dapat dibagikan dalam bentuk dividen. Dividen ini sangat ditunggu oleh investor jangka panjang karena sifatnya bunga deposito. Dividen ini dibagikan berdasarkan kesepakatan di RUPS (rapat umum pemegang saham). Secara umum dividen terbagi menjadi dua macam yaitu cash dividend berupa uang tunai yang dibagikan kepada pemegang saham serta stock dividend berupa saham sehingga menambah jumlah saham yang dimiliki. Kedua, adalah capital gain atau selisih antara harga beli dan harga jual. Contohnya Anda membeli saham di harga Rp1.000 dan kemudian Anda menjual di harga Rp1.200. Dengan selisih tersebut maka capital gain Anda adalah Rp200. Capital gain bisa disebut keuntungan utama yang dikejar oleh para trader atau investor jangka pendek. Sedang dividen cenderung diharapkan oleh para investor jangka panjang. sumber:http://www.ciputraentrepreneurship.com/